Martin Seligman dalam bukunya Learned Optimism membeberkan bahwa Optimisme tidak sama dengan Positive thinking. Optimisme adalah response internal kita terhadap sesuatu keadaan. Optimisme membuat kita menjadi persisten, sanggup menerima kegagalan dan bangkit berjuang lagi, karena kita yakin akan bisa mengatasi kesulitan dan menjadi sukses. Optimisme lebih penting daripada Positive Thinking, karena Optimisme memberikan dorongan bergerak dan memacu kita bertindak.
Optimisme membuat kita hidup lebih berarti, mau bekerja lebih keras, pantang menyerah, dan berbahagia. Optimisme adalah kemampuan melihat gelas itu setengah penuh dan bukan setengah kosong. Salesman yang optimis akan lebih mampu menjual, olahragawan yang optimis akan lebih sering menang, dan pebisnis yang optimis akan lebih mungkin sukses.
Dalam sebuah keadaan, misalkan anda dipecat oleh perusahaan anda, apa yang anda pikirkan? Menangis meratapi dan menyerah, atau mempelajari situasi sekarang, menerima keadaan, dan bangkit dengan optimis untuk mencoba sesuatu yang baru? Didalam setiap orang selalu ada diskusi internal, antara saya dan saya, baik secara sadar ataupun bawah sadar.
Ada 3 hal yang menjadi pertimbangan diskusi internal kita dalam kaitannya dengan Optimisme: 3 P (Permanence, Pervasiveness, Personalization).
Kita coba misalkan ada kejadian negatip, mobil yang baru kita beli, ketika kita keluarkan dari garasi, ditabrak sepeda motor. Nah apa pemikiran kita?
Permanence: Apakah “selalu”(permanen) begini atau ini hanya “kebetulan”. Optimis akan berpikir ini hanya kebetulan terjadi pada kehidupan kita karena kita sebenarnya adalah orang yang mujur. Pesimis menganggap dirinya memang selalu sial dalam hidup ini.
Pervasiveness: Apakah ini “universal” atau “specific” Optimis bilang dirinya sebenarnya secara umum hokki dan ini kasus khusus yang terjadi, sebaliknya pesimis menganggap ya beginilah hidupnya yang selalu penuh kemalangan.
Personalization: Apakah yang menyebabkan ini “external factor” atau “internal factor”, disebut juga “locus of control” (penyebab kejadian). Optimis menganggap ini karena pengendara sepeda motor tidak hati-hati, pesimis menganggap kesialan ini karena dirinya yang lagi sial.
Nah, dalam kejadian yang sebaliknya, misalkan penjualan produk anda bulan ini ternyata 2 kali lipat lebih banyak dari bulan-bulan sebelumnya, pemikiran optimis dan pesimis akan terbalik. Optimis menganggap dia selalu sukses dan ini buktinya, secara universal inilah yang melambangkan kehidupan bisnisnya dan ini terjadi karena dia adalah pekerja keras yang seharusnya sukses. Pesimis akan menganggap ini hal kebetulan saja, dan hanya terjadi sekali sekali saja, dan ini terjadi karena kompetitor tidak ada aktivitas yang lebih pada bulan bersangkutan.
Setiap orang dilahirkan dengan optimisme tertentu, lingkungan dan latihan yang diterimanya juga membentuk optimismenya dalam menjalani kehidupan. Baik dalam lingkungan kerja, keluarga, maupun organisasi tertentu.
Bagaimana kita memperbaiki optimisme kita? Mengawasi dan memperbaiki “internal talk” yang terjadi didalam kita dan mengarahkan pada 3P yang lebih optimistik. Ini kunci rahasia Optimisme dan ini dapat kita latih.
Lain kali, ketika kita mendadak terkena masalah, awasi apa yang dipikirkan dan didiskusikan dalam benak kita, belajar untuk membiasakan berpikir bahwa itu adalah perkecualian dan khusus hanya kejadian itu saja yang sial, karena kita seharusnya adalah orang sukses yang mujur, dan kesialan itu adalah karena faktor luar.
Sebaliknya kalau mendapat pujian atasan dan bonus khusus yang besar, pikirkan itu memang seharusnya selalu terjadi secara berterusan dan merupakan hak kita, sukses kita memang universal, dan hal itu terjadi karena kita yang memang bisa. Hal ini juga didukung oleh sikap mental kita untuk menang. Sikap mental positif yang selalu terjaga dan terasah untuk menjadi lebih positif lagi.
Kita belajar dan berlatih fisika, bahasa Cina, sepak bola dan renang untuk memperbaiki kemampuan kita dalam hal itu. Mengapa kita tidak belajar dan berlatih menjadi lebih Optimis dalam hidup ini, sehingga bisa lebih sukses dan bahagia? Kita Bisa!
Salam,
Handoko
No comments:
Post a Comment